Fungsi Tauhid dalam Kehidupan Sosial

Kedudukan tauhid dalam ajaran islam adalah paling sentral dan paling esensial. Tauhid berarti komitmen manusia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai focus dari seluruh rasa hormat, rasa syukur dan sebagai satu- satunya sumber nilai. Apa yang dikendaki oleh Allah Ta’ala akan menjadi nilai bagi manusia yang bertauhid, dan tidak akan menerima otoritas dan petunjuk, kecuali otoritas dan petunjuk Allah Tabaraka wa Ta’ala. Komitmennya kepada Tuhan adalah utuh, total, positif dan kukuh, mencakup cinta dan pengabdian, ketaatan dan kepasrahan kepada Tuhan, serta berkemauan keras untuk menjalankan kehendak-Nya.

Dalam ajaran islam, tauhid tersimpul dalam kalimat “Laailaahaillallah” yang artinya “Tidak ada Tuhan selain Allah”.Dengan mengatakan “ Tidak ada Tuhan selain Allah”seorang manusia-tauhid, memutlakkan Allah Ta'ala Yang Maha Esa sebagai Kholiq atau Maha Pencipta ( Tauhidur Rububiyah), dan menisbikan selain-Nya sebagai makhluk atau ciptaan-Nya (Tauhidul Uluhiyyah). Kalimat tersebut sesungguhnya mengandung nilai pembebasan bagi manusia. 
Manusia yang bertauhid mengemban tugas untuk membebaskan manusia dari penyembahan sesama manusia kepada menyembah Allah Jalla wa ‘Ala. Dengan bertauhid kepada Allah Ta’ala, manusia tidak saja akan bebas dan merdeka, melainkan juga akan sadar bahwa kedudukannya sama dengan manusia lainnya. Tidak ada manusia yang lebih superior atau inferior terhadap manusia lainnya. Setiap manusia adalah hamba Allah Ta’ala yang berstatus sama, yang membedakannya hanyalah tingkat ketaqwaan mereka kepada Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. ( QS. Al Hujraat : 13).
Sementara itu sebagian masyarakat penganut islam masih belum memahami arti tauhid, sehingga mereka sesungguhnya masih belum merdeka dan belum mencari status manusiawinya. Disinilah sebenarnya letak kemerdekaan dari masyarakat muslim sekarang ini. Dapat dikatakan bahwa keterbelakangan ekonomi, stagnasi intelektual, degenerasi social, dan pelbagai macam kejumudan lainnya yang diderita oleh masyarakat muslim, sesungguhnya berakar pada kemerosotan tauhid. Oleh karena itu, untuk melakukan restorasi dan rekonstruksi mausia muslim, baik secara individual maupun kolektif, tauhid merupakan masalah pertama dan terpenting untuk segera disegarkan dan diluruskan.
Suatu hal yang tidak boleh dilupakan ialah bahwa komitmen manusia tauhid tidak saja terbatas pada hubungan vertikalnya dengan Tuhan, melainkan juga mencakup hubungan horizontal dengan sesama manusia dan  seluruh makhluk, dan hubungan- hubungan ini harus sesuai dengan kehendak Allah Jalla wa ‘Ala. Kehendak Allah Ta’ala ini memberikan visi kepada manusia tauhid untuk membentuk suatu masyarakat yang mengejar nilai- nilai utama dan mengusahakan tegaknya keadilan social.
Dan visi ini dapat memunculkan misi kepada manusia tauhid yaitu manusia tauhid terinfirasi untuk mengubah dunia disekelilingnya agar sesuai dengan kehendak Allah Ta’ala. Misi ini menuntut serangkaian tindakan agar kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala terwujud menjadi kenyataan, dan misi ini merupakan bagian integral dari komitmen manusia tauhid kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Misi manusia tauhid untuk mengubah dunia, menegakkan kebenaran dan keadilan, merealisasikan pelbagai nilai utama, dan memberantas kerusakan di muka bumi (fasadul fil ardi), bukan sekedar suatu derivative, melainkan merupakan bagian integral dari komitmen manusia tauhid kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dengan misi ini juga akan terwujud suatu bentuk kehidupan social yang adil dan etis.

Fungsi Tauhid Dalam Kehidupan Muslim


Tauhid mempunyai peranan penting dalam kehidupan umat muslim. Diantara fungsi- fungsi social tauhid dalam kehidupan muslim di era modern adalah :
Satu. Membebaskan manusia dari perbudakan mental dan penyembahan kepada semua makhluk.
Sampai sekarang masih banyak manusia, termasuk umat muslim yang cenderung mengikuti tradisi dan keyakinan nenek moyangnya. Tidak hanya itu, mereka juga banyak yang menyerah dan tunduk begitu saja kepada para pemimpin mereka, tanpa daya piker kritis serta keberanian untuk mengkritik. Padahal Al- Qur’an telah mengingatkan bahwa orang- orang yang tidak bersikap kritis terhadap para pemimpin mereka akan kecewa dan mengeluh di hari akhir.
Firman Allah Tabaraka wa Ta’ala: “Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul". ( QS. Al- Ahzaab : 66-67).
Fungsi ini dirujukkan pada kalimat “LailaahaillAllah ” (tidak ada Tuhan selain Allah). Kalimat ini merupakan kalimat pembebasan bagi manusia. Dengan mengucapkan “ tidak ada Tuhan selain Allah” berarti seorang muslim telah memutlakkan Allah Jalla wa ‘Ala Yang Maha Esa sebagai Kholiq atau ciptaan-Nya. Dan sebenarnya umat muslim mengemban tugas untuk melaksanakan “ tahrirunnasi min ‘ibadatil ‘ibad  ila ‘ibadatillahi ” atau membebaskan manusia dari menyembah sesama manusia kepada menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.
Kedua. Mengajarkan emansipasi manusia dari nilai- nilai palsu yang bersumber pada hawa nafsu, gila kekuasaan, dan kesenangan- kesenangan sensual belaka.
Suatu kehidupan yang didedikasikan pada kelezatan sensual, kekuasaan, dan penumpukan kekayaan dapat mengeruhkan akal sehat dan mendistorsi pikiran jernih. Sebenarnya telah dengan tajam Al- Qur’an menyindir orang-orang seperti ini. “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)”. ( QS. Al- Furqon : 43-44).
Ketiga. Sebagai frame of thought dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Maksudnya ialah bahwa tauhid menjadi kerangka pemikiran dalam menemukan hakikat kebenaran mengenai segala yang ada di alam semesta ini pada seginya yang abstrak, potensial, maupun yang konkret. Namun kenyataannya umat muslim sekarang berada dalam suatu ironi ( keterbalikan) dimana kemiskinan, kelaparan dan kebodohan belum juga teratasi; jarak antara si kaya dengan si miskin semakin tajam; keadilan dan kejujuran semakin langka; seta kebenaran semakin mudah direkayasa di tengah – tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tujuan ilmu pengetahuan dan teknologi justru demi upaya pembebasan dan memudahkan manusia ( umat muslim khususnya) dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah hidup mereka.
Keempat. Menjadikan Islam tumbuh sebagai kekuatan peradaban dunia.
Apabila tauhid direlasikan dengan ilmu pengetahuan maka dapat menjadikan islam tumbuh sebagai kekuatan peradaban dunia dan mampu menjembatani wilayah- wilayah peradaban local menjadi peradaban mondial karena tauhid merupakan paradigma dari metode ilmiah dalam seluruh wilayah ilmu pengetahuan umat islam. Sebagai bukti banyak ilmuan kelas dunia yang lahir dari dunia islam dan karya- karyanya telah menjadi bidan bagi kelahiran ilmu pengetahuan dan peradaban barat modern.
Kelima. Sebagai pondasi keimanan yang juga menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan hidup seluruh umat manusia, ketika seluruh ajaran- ajarannya dilaksanakan secara konsisten.
Dengan menjadikan tauhid sebagai pegangan dalam hidup, serta merealisasikan perintah yag ada, maka akan terwujud suatu kebahagiaan serta kedamaian hidup yang tak terhingga. Karena telah di tanjapkan dalam hati bahwa tidak ada yang memiliki kekuatan maupun kekuasaan selain Ilahirabbi.
Keenam. Mengajarkan kepada umat islam supaya menjadikan Allah Jalla wa ‘Alasebagai pusat kesadaran intelektual mereka.
Dengan kata lain, bahwa semua aktivitas yang dilakukan maupun kejadian yang terjadi merupakan atas kehendak Allah Jalla wa ‘Ala, semua itu telah diatur dengan sempurna oleh-Nya. Karena Dia lah pemilik seluruh isi alam ini, Dia mengetahui segala hal yang ghoib ( abstrak) maupun yang dzohir, yang tersembunyi maupun yang tampak, Dia lah Tuhan yang patut untuk disembah dan tiada Tuhan selain Dia.
Dengan diketahuinya fungsi- fungsi tauhid oleh umat islam serta mereka dapat dan mau mengaplikasikannya dalam kehidupan maka mereka akan menjadi manusia tauhid yang memiliki ciri-ciri positif, yaitu :
1.    Memiliki komitmen utuh pada Tuhannya. Ia akan berusaha secara maksimal untuk menjalankan pesan dan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan kadar kemampuannya.
2.    Menolak pedoman hidup yang datangnya bukan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam kontek masyarakat manusia, penolakannya berarti emansipasi dan pengembangan kebebasan esensialnya dari seluruh belenggu buatan manusia, supaya komitmennya pada Allah ‘Azza wa Jalla menjadi utuh dan kukuh.
3.    Bersikap progresif dengan selalu melakukan penilaian terhadap kualitas kehidupannya, adat-istiadatnya, tradisi dan paham hidupnya. Bila dalam penilaiannya ternyata terdapat unsur- unsur syirik dalam arti luas, maka ia selalu bersedia untuk berubah dan mengubah hal- hal itu agar sesuai dengan pesan- pesan Ilahi. Manusia tauhid progresif karean ia tidak pernah menolak setiap perubahan yang positif.
4.    Tujuan hidupnya sangat jelas. Ibadahnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya hanyalah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Ia tidak akan terjerat ke dalam nilai- nilai kekuasaan dan kesenangan hidup tanpa tujuan.
5.    Memiliki visi dan misi yang jelas tentang kehidupan yang harus dibangunnya bersama manusia lain; suatu kehidupan yang harmonis antar sesama manusia; dan ia akan terdorong untuk mengubah dunia dan masyarakat sekelilingnya sehingga semangat untuk berkarya bagi kemaslahatan umat.


(brilly/taman-pengetahuan.blogspot.com/majalahtauhidullah.blogspot.com)


Komentar