Tauhid Berbeda dengan Kisah Dewa dalam Seni Wayang

Seni dan budaya adalah satu fragmen kehidupan yang melebur dalam keseharian. Seni dan budaya akan menjadi entitas tersendiri ketika melembaga menjadi sebuah pagelaran dan subtansi transmisi media pendidikan. Seni dan budaya menjadi sulit untuk dipisahkan dari ritualitas agama-agama, apalagi Islam memberikan legitimasi bahwa adat bisa menjadi dasar hukum pada taraf tertentu, tidak terkecuali seni dan budaya. Diantara seni dan budaya yang masih melegenda dan terus dilestarikan adalah seni pewayangan berikut cerita-cerita yang dibangun di dalamnya. Budaya wayang dengan beragam varian tradisinya memuat kisah-kisah fiktif tentang dewa-dewa. Konon seni wayang digunakan wali songo sebagai media dakwah tauhid. Sayangnya kita tidak mendapatkan informasi yang lengkap dan utuh mengenai bagaimana mereka memadukan antara seni wayang dengan tauhid sementara seni wayang memuat ajaran-ajaran yang berbeda sama sekali dengan Islam.
Dewa-dewa dalam cerita wayang
Dalam cerita wayang, dewa-dewa atau betara diceritakan memiliki penguasaan terhadap proses-proses di alam ataupun benda-benda alam, atau menguasai fase-fase dalam kehidupan.  Tentu ini tak lepas dari agama Hindu yang menjadi latar belakang kisah wayang dari India (khususnya kitab Mahabharata dan Ramayana).
Sebagai contoh, dewa-dewa yang menguasai proses alam/benda-benda alam:
- Betara Surya yang menguasai matahari
- Betara Indra yang menguasai hujan dan halilintar
- Betara Bayu yang menguasai angin
Sedang dewa-dewa yang menguasai kehidupan, di antaranya:
- Betara Brahma yang merupakan dewa pencipta
- Betara Wisnu yang merupakan dewa pemelihara kehidupan
- Betara Syiwa yang merupakan dewa perusak atau pengubah (transformer)
Dewa-dewa tersebut di atas selain diceritakan memiliki kekuasaan, juga sering diceritakan memiliki sifat-sifat seperti manusia, misalnya menikah, baik dengan dewi maupun manusia (wanita) biasa, dan darinya memperoleh keturunan, seperti:
- Betara Brahma yang beristrikan Dewi Saraswati (seorang dewi), Betara Wisnu yang beristrikan Dewi Laksmi (juga seorang dewi)
- Betara Surya, Betara Dharma, Betara Bayu, dan Betara Indra yang masing-masing mengawini Dewi Kunti (seorang manusia biasa) sehingga lahirlah Karna, Yudhistira, Bima, dan Harjuna
- Betara Aswin yang mengawini Dewi Madrim (seorang manusia) sehingga lahirlah kembar Nakula-Sadewa
Selain itu, dewa-dewa juga dapat menitis pada manusia (inkarnasi), misalnya Dewa Wisnu yang menitis pada Sri Rama (dalam kisah Ramayana) dan Sri Kresna (dalam kisah Mahabharata)

Prinsip Tauhid dalam Islam
Hal-hal di atas kontras dengan ajaran agama Islam.  Dalam Islam, semua proses di alam maupun pengaturan benda-benda alam semuanya berada dalam penguasaan tunggal Tuhan (Allah), dan tak ada sedikitpun persekutuan atas kekuasaan-Nya (kekuasaan-Nya tidak dibagi).  Inilah yang disebut sebagai prinsip Tauhid, atau prinsip keesaan Allah Swt.  Allah Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dia tidak sama dengan makhluk-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tak ada sesuatu yang menyamai-Nya baik dalam zat maupun sifat-Nya.
Prinsip-prinsip tersebut di atas disebutkan dan dijelaskan dalam ayat-ayat suci Al-Quran, seperti:
- Allah adalah Maha Esa (Tunggal): “Katakanlah (ya Muhammad saw), Dia-lah Allah, Yang Esa.” (QS Al Ikhlash: 1)
- Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan: “Dia (Allah) tidak beranak, dan tidak diperanakkan.” (QS Al Ikhlash: 3)
- Bumi dan langit semua milik Allah: “MilikNya-lah kerajaan langit dan bumi.” (Al Hadid: 2)
Selain itu, dalam ajaran Islam Allah-lah yang mengatur semua proses di alam: 
- Allah-lah yang menurunkan hujan: “Dia (Allah)-lah yang menurunkan air (hujan) dari langit, darinya kamu minum dan darinya tumbuh berbagai tanaman yang dengan tanaman itu kamu memberi makan hewan ternakmu.” (An Nahl: 10)
- Allah yang menggerakkan angin dan awan: “Sungguh, di dalam penciptaan langit dan bumi, dan dalam pergantian malam dan siang, dan pada kapal-kapal yang berlayar di lautan yang membawa apa saja yang bermanfaat bagi manusia, dan pada air (hujan) yang Allah turunkan dari langit yang menghidupkan bumi setelah matinya, dan pada makhluk-makhluk hidup berbagai jenis yang Ia sebarkan di atasnya, dan pada pergerakan angin dan awan yang ditahan di antara langit dan bumi, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang menggunakan akalnya.” (Al Baqarah: 164)
- Allah yang mengedarkan matahari dan bulan (serta semua benda langit): “Dan matahari beredar pada orbitnya.  Itulah ketetapan-Nya (Allah), Yang Maha Besar, Maha Mengetahui.” (QS Yasin: 38)
“Dan bulan, Dia (Allah) telah menetapkan baginya orbitnya sampai ia kembali seperti pelepah kurma yang tua dan kering.”  (QS Yasin: 39)
- Allah yang menciptakan kilat/halilintar: “Tidakkah engkau melihat bahawasanya Allah mengarahkan awan bergerak perlahan-lahan, kemudian Dia mengumpulkan kelompok-kelompoknya, kemudian Dia menjadikannya tebal berlapis-lapis? Selepas itu engkau melihat hujan turun dari celah-celahnya. Dan Allah pula menurunkan hujan batu dari langit, dari gunung-ganang (awan) yang ada padanya; lalu Ia menimpakan hujan batu itu kepada sesiapa yang dikehendakiNya, dan menjauhkannya dari sesiapa yang dikehendakiNya. Sinaran kilat yang terpancar dari awan yang demikian keadaannya, hampir-hampir menyambar dan menghilangkan pandangan” (QS An Nur: 43)
- Allah yang menghidupkan dan mematikan semua makhluk: “Dia-lah yang memberi kehidupan dan menyebabkan kematian, dan Dia mampu melakukan apapun.” (QS Al Hadid: 2)
Allah Yang Maha Esa memiliki sifat-sifat yang sempurna, yang tergambar dalam 99 nama Allah (Al Asma Ul Husna), yang semuanya tercantum dalam ayat-ayat suci Al Quran.  Di antara nama-nama Allah tsb adalah:
- Ar Rahman: Maha Pengasih
- Ar Rahim: Maha Penyayang
- Al Malik: Maha Memiliki dan Menguasai seluruh alam
- Al Qudus: Maha Suci
- As Salam: Maha Sejahtera
- Al Mu’min: Maha Mengaruniakan keamanan
- Al ‘Adl: Maha Adil
- Al Khaliq: Maha Menciptakan
- Al Muhaimin: Maha Memelihara
- Al ‘Aziz: Maha Perkasa
- Al Mutakabbir: Maha Memiliki segala keagungan
dan lain-lain.

Komentar