Siapa sangka ternyata tauhid ada hubungannya dengan akhlaq secara langsung. Banyak orang mengira tauhid adalah konsep ideal yang tidak pernah dapat dimanifestasikan secara konkrit. Seakan tauhid adalah ilmu abstrak yang tidak bisa diterjemahkan dalam realitas keseharian. Nyatanya, banyak teks-teks primer Islam yang mendemonstrasikan kaitan yang kuat antara tauhid dengan akhlaq. Bahwa akhlaq sangat dipengaruhi tauhid.
Khalifah Umar Bin Abdul Aziz berkata :إِنَّ لِلإِيمَانِ فَرَائِضَ وَشَرَائِعَ وَحُدُودًا وَسُنَنًا ، فَمَنِ اسْتَكْمَلَهَا اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَكْمِلْهَا لَمْ يَسْتَكْمِلِ الإِيمَانَ
“Sesungguhnya iman MEMILIKI kewajiban-kewajiban, batasan dan aturan serta sunnah-sunnah, barangsiapa menyempurnakannya maka sempurnalah imannya dan barangsiapa tidak menyempurnakannya maka tidak sempurna pula imannya” (HR. Bukhari)
Allah Azza Wa Jalla Berfirman (artinya): “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakkal”. (QS Al Anfal 2)
“Sesungguhnya orang yang benar-benar beriman kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (karena sholat tahjjud) dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.” (QS As Sajdah 15)
“Katakanlah : “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,
Dan mereka berkata : “Maha suci Rabb Kami, Sesungguhnya janji Rabb Kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS Al Isra’ 107 – 109)
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. APABILA DIBACAKAN AYAT-AYAT ALLAH YANG MAHA PEMURAH KEPADA MEREKA, MAKA MEREKA MENYUNGKUR DENGAN BERSUJUD DAN MENANGIS”. (QS Maryam 58)
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang , GEMETAR KARENANYA KULIT ORANG-ORANG YANG TAKUT KEPADA RABB NYA, KEMUDIAN MENJADI TENANG KULIT DAN HATI MEREKA DI WAKTU MENGINGAT ALLAH. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun. “ (QS Az Zumar 23)
Banyak orang menyangka bahwa akhlakul karimah tidak ada sangkut pautnya dengan tauhid atau aqidah, sehingga seseorang yang sudah belajar tauhid tidak sedikit pun merasa risih untuk mengeluarkan sumpah serapah atau kata-kata kotor kepada saudaranya sesama muslim. Padahal tauhid adalah inti iman dan dalam banyak hadits Rasulullah Shollallohu ‘alihi wa sallama selalu mengaitkannya dengan adab dan akhlak. Bahkan Allah Azza wa jalla pun menjadikan amal shalih sebagai bukti keimanan seseorang.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, KECUALI ORANG-ORANG YANG BERIMAN DAN MENGERJAKAN AMAL SHALIH dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (QS Al Ashr 1 – 3)
Ucapan kita, pandangan kita, pendengaran kita bahkan desiran hati kita adalah bukti iman dan tauhid kita, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia DAN KAMI MENGETAHUI APA YANG DIBISIKKAN OLEH HATINYA, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. TIADA SUATU UCAPANPUN YANG DIUCAPKANNYA MELAINKAN ADA DI DEKATNYA MALAIKAT PENGAWAS YANG SELALU HADIR. (QS Qaaf 16 – 18)
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. SESUNGGUHNYA PENDENGARAN, PENGLIHATAN DAN HATI, SEMUANYA ITU AKAN DIMINTA PERTANGGUNG JAWABANNYA”. (QS Al Isra’ 36)
Puluhan nasehat Rasulullah Shollallohu ‘alihi wa sallama mengaitkan keimanan dengan ucapan, sikap dan adab kita. Bahkan menyingkirkan duri dari jalanan pun bagian dari iman.
Beliau Shollallohu ‘alihi wa sallama bersabda :
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
“Iman itu ada 70 atau 60 cabang, yang paling utama adalah ucapan Laa Ilaaha IllaLlah sedangkan yang paling rendah adalah MENYINGKIRKAN DURI DARI JALAN. Dan rasa malu merupakan bagian dari iman” (HR. Muslim)
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata yang baik atau diam saja” (Muttafaq Alaih)
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يُؤْذِي جَارَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia menyakiti tetangganya” (Muttafaq Alaih)
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya” (Muttafaq Alaih)
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tamunya” (Muttafaq Alaih)
مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي الْمِيزَانِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat di atas Mizan (timbangan amal di akhirat nanti) dibandingkan akhlak yang baik” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dan beliau menyatakan bahwa Hadits ini Shahih)
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia menyambung silaturahim”. (Muttafaq Alaih)
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari mulut dan tangannya. Muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang hijrah (menjauhi) dari segala yang dilarang Allah” (HR. Bukhari)
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Shodaqoh tidaklah akan mengurangi harta sedikitpun, dan tidaklah seorang hamba yang memberi maaf, melainkan Allah akan menambahkan baginya kemuliaan dan kehormatan, dan tidaklah seseorang itu merendahkan diri di hadapan Allah kecuali Allah akan mengangkat derajatnya”. (HR. Muslim)
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Janganlah engkau meremehkan amal kebajikan meskipun kecil, walaupun itu hanya berupa wajah yang manis ketika engkau bertemu saudaramu”. (HR. Muslim)
سِبَابُ الْمُسْلِم فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencaci seorang muslim adalah tindakan yang melampaui batas (fasiq) sedangkan membunuhnya adalah kekafiran” (Muttafaq Alaih)
أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Tahukah kalian apakah ghibah (menggunjing) itu ?” Para Shahabat menjawab “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Rasul pun menjelaskan, “(Ghibah adalah) menyebutkan sesuatu dalam diri saudaramu yang tidak disukainya”. Seorang shahabat bertanya, “Bagaimana jika yang kami sebutkan itu memang benar-benar ada padanya ?” Rasul pun bersabda, “Jika apa yang kalian sebutkan itu memang benar ada padanya, maka berarti engkau telah menggunjingnya, dan jika tidak ada padanya berarti engkau telah memfitnahnya”. (HR. Muslim)
(Brilly/majalahtauhidullah.blogspot.com)
Komentar
Posting Komentar