Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujaadalah: 11)
Juga firman Allah Ta’ala yang artinya: “Kami tinggikan derajat orang-orang yang Kami kehendaki.” (QS. Yusuf: 76)
Dari ‘Amir bin Watsilah bahwa Nafi’ bin
Abdul Harits pernah bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfan. Dan ‘Umar waktu itu
mengangkatnya menjadi gubernur Makkah. ‘Umar lalu bertanya: “Siapakah yang engkau tugaskan sebagai wakilmu untuk mengawasi penduduk Wadi (Makkah)?” “Ibnu Abzi.” Jawab Nafi’. “Siapakah Ibnu Abzi itu?” ‘Umar bertanya. Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang budak kami yang telah dimerdekakan.” ‘Umar bertanya, “Apakah engkau menjadikan seorang mantan budak menjadi pemimpin mereka?” Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang yang menghafal kitabullah dan seorang alim dalam ilmu pembagian harta waris.” Lalu ‘Umar berkata, “Ketahuilah
bahwa Nabi kalian telah bersabda ‘Sesungguhnya Allah mengangkat dengan
kitab ini (Al-Qur’an) beberapa golongan dan dengannya pula Dia
merendahkan yang lainnya.’” (diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya (816) serta Ibnu Majah (218))
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Ketahuilah bahwa tidak ada illah yang haq disembah melainkan Allah, maka mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
Al-Imam Al-Bukhari menjadikan ayat ini pada salah satu bab dalam kitab Shahih-nya. Beliau berkata “Bab Ilmu sebelum berkata dan berbuat”, kemudian beliau mengomentari ayat tersebut: “Maka Alloh Jalla Jalaluhu telah memulai dengan ilmu sebelum berucap dan beramal.”
Muhammad bin Abu Bakar menuturkan: “Kemuliaan ilmu itu tergantung pada apa yang dibahas, dan tidak
ragu lagi bahwa ilmu yang paling mulia dan paling agung adalah ilmu
bahwa Allah adalah Dzat yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain
Dia Rabbul ‘Alamin, yang menegakkan langit-langit dan bumi, Raja yang
haq dan nyata, yang memiliki seluruh sifat kesempurnaan dan jauh dari
segala cacat dan kekurangan serta dari segala penyamaan dan penyerupaan
dalan kesempurnaan-Nya. Juga tidak ragu lagi bahwa ilmu tentang Allah,
tentang nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya serta perbuatan-Nya adalah
ilmu yang paling mulia dan agung.”
“Dan ilmu tentang Allah merupakan pokok serta dasar pijakan
semua ilmu. Bararangsiapa mengenal Allah, dia akan mengenal yang
selain-Nya dan barangsiapa yang tidak mengenal Rabb-Nya, terhadap yang
lain dia lebih tidak mengenal lagi,” tandas Abdul Malik ar-Ramadhani.
Dengan demikian, maka kita perlu mempelajari tauhid semenjak dini mulai dari makna La Ilaha Illallah hingga apa saja konsekuensinya. Sampaipun ketika kita belajar fiqh, nuansa tauhid perlu kita hadirkan, karena fiqh bukanlah ruang kosong yang terpisah dari tauhid. Fiqh adalah pemahaman terhadap bagaimana mempersembahkan ibadah kepada Allah dengan landasan tauhid.
(Brilly/majalahtauhidullah.blogspot.com/muslimah.or.id)
Download majalah Tauhidullah edisi Maret 2015 di gambar berikut.
Komentar
Posting Komentar