
Kitab Tuhfatul Murid adalah karya Syekh Nu’man bin Abdul Karim Al-Watr. Beliau men-syarah (menjelaskan) kitab Al-Qaulul Mufid karya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab Al-Washabi, sehingga nama lengkap kitab tersebut adalah Tuhfatul Murid Syarh Al-Qaulul Mufid. Kedua syekh tersebut termasuk ulama ahlus sunnah di Yaman.
Pembagian tauhid menjadi empat bagian tersebut bukan dari Syekh
Nu’man, tetapi merupakan perkataan Syekh Muhammad bin Abdul Wahab
Al-Washabi yang dijelaskan oleh Syekh Nu’man. Jika kita membaca dengan
lengkap kitab Tuhfatul Murid tersebut, atau kitab Al-Qaulul Mufid, maka kita akan mengetahui bahwa semua jenis tauhid itu telah dijelaskan dengan gamblang di dalamnya.
Untuk lebih jelasnya, kami ringkaskan perkataan Syekh Muhammad bin Abdul Wahab Al-Washabi sebagai berikut,
“Ketahuilah, wahai saudara muslimku–semoga Allah memberikan taufik
kepadaku dan kepadamu–,tauhid memiliki dua rukun pokok, yaitu sebagai
berikut:
1. Mengesakan Allah dengan ibadah.
2. Mengesakan Rasulullah dengan mutaba’ah (mengikuti).
Maka, sebagaimana kita tidak beribadah kecuali kepada Allah maka
demikian juga, kita tidak mengikuti siapa pun (dalam cara beribadah
kepada Allah, red.) kecuali dengan mengikuti Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.” (Tuhfatul Murid, hlm. 14–15)
Sesungguhnya, Imam Ibnul Qayyim juga telah menjelaskan seperti ini di dalam kitab Madarijus Salikin. Beliau berkata, “Adapun adab terhadap Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
maka Alquran dipenuhi dengan adab tersebut. Yaitu, meliputi totalitas
kepasrahan terhadap beliau, tunduk terhadap perintah beliau, menerima
berita dari beliau dengan penuh penerimaan dan keyakinan tanpa
menentangnya dengan khayal kebatilan yang dinamakan dengan akal, tanpa
menganggap berita Rasul mengandung syubhat dan keraguan, atau tanpa
lebih mengutamakan pendapat-pendapat manusia dan hasil pikiran mereka
daripada berita Rasul.
Maka, (seorang mukmin) mentauhidkan (mengesakan, menunggalkan) Rasul dengan ‘tahkim‘ (menjadikan beliau sebagai hakim) dan ‘taslim‘
(pasrah terhadap keputusan Rasul), taat dan patuh. Sebagaimana dia
(seorang mukmin) mentauhidkan (mengesakan) Al-Mursil (Allah yang telah
mengutus Rasul) dengan ibadah, ketundukan, perendahan diri, selalu
kembali (kepada Allah, ed), dan tawakal.” (Dinukil dari kitab Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin, 2:7, Penerbit Dar Ibnil Jauzi, Cet. 1, Thn. 1415 H/1994 M)
Kemudian, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab Al-Washabi berkata,
“Ketahuilah saudara muslimku–semoga Allah memberikan tsabat (kekokohan)
kepadaku dan kepadamu di atas kebenaran–, bahwa tauhid terbagi menjadi
empat bagian, yaitu: tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, tauhid asma’ wa shifat, dan tauhid mutaba’ah.” (Tuhfatul Murid, hlm. 15)
Dari sini, kita mengetahui bahwa empat macam tauhid ini merupakan gabungan antara tauhidullah (mengesakan Allah) dengan tauhidul mutaba’ah (mengesakan dalam mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Dengan demikian, tauhidullah (mengesakan Allah), yang sering kita
sebut dengan “tauhid” saja, terdiri atas tiga bagian. Sedangkan, tauhid mutaba’ah, yang berarti ‘menunggalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mutaba’ah
(mengikuti dalam beribadah kepada Allah)’, yang oleh Syekh Al-Washabi
disebut sebagai “tauhid yang keempat”, biasanya dimasukkan oleh ulama
dalam kandungan makna syahadat Muhammad sebagai Rasulullah, yang
mengandung maksud ‘meyakini berita dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
menaati perintah beliau, meninggalkan larangan beliau, dan tidak
beribadah kepada Allah kecuali dengan syariat yang beliau bawa. Yang
terakhir inilah yang disebut dengan “tauhid mutaba’ah“.
Sesungguhnya, semua penjelasan di atas tidak saling bertentangan. Inilah penjelasan kami, semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar