Memperjuangkan Khilafah: Konsekuensi Tauhid



Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Islam dibangun di atas lima pilar: kesaksian bahwa tiada sesembahan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji; dan puasa Ramadhan (HR Ahmad, al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibn Hibban).
Kesaksian bahwa tiada sesembahan selain Allah merupakan bentuk ikrar yang memiliki konsekuensi meniadakan pencipta selain Allah, meniadakan ketaatan kepada selain Allah, dan meniadaan segala kesempurnaan selain Allah. Itu artinya bahwa kia dituntut untuk menjadi seorang muslim yang bertaqwa.


Al-Hasan Al-Bashri menjelaskan kepada kita pengertian taqwa dengan gamblang yakni menjaga dari apa-apa yang diharamkan Allah Ta'ala dan melaksanakan segala perintah-Nya.

Sementara Ibnu 'Abbas memberikan substansi taqwa itu dengan sikap khawatir terhadap kaum muslimin dari sanksi (uqubat) yang akan ditimpakan Allah kepadanya (karena perbuatan yang dilakukannya), sekaligus harapan akan rahmat-Nya.

Kalau kita jujur tentu kita akan mengatakan bahwa kita belum benar-benar bertaqwa. Itu artinya, kita belum benar-benar menjadi seorang muslim yang kaffah. Buktinya masih banyak hukum-hukum Allah yang belum kita terapkan. Padahal kita diperintahkan untuk taat kepada seluruh hukum-hukumnya secara totalitas. Salah satunya ditegaskan dalam Al Quran, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (QS. al-Baqarah : 208).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir maknanya, Allah memerintahkan hamba-Nya yang beriman kepada-Nya, membenarkan Rasul-Nya: agar mengambil seluruh pegangan Islam dan seluruh syariah Islam, dan menjalankan seluruh perintah-Nya, dan meninggalkan seluruh larangan-Nya sesuai dengan kemampuannya.
Kewajiban perjuangan Khilafah adalah merupakan konsekuensi keimanan, sebab menegakkan syariah Islam adalah wujud keimanan seorang muslim. Tanpa Khilafah mustahil seluruh syariah Islam diterapkan. Apalagi, tidak mungkin Allah Ta'ala mewajibkan kita bersatu dan menegakkan syariah Islam kalau perintah itu tidak mungkin bisa kita laksanakan! Bukankah Allah tidak akan membebani kita dalam perkara-perkara yang memang kita tidak sanggup? Wallahu a’lam 

Komentar