Tauhid ada
syaratnya. Tidak bisa orang mengaku-ngaku bertauhid, baik di dunia ataupun
nanti ketika hisab dan mizan. Tauhid baru dikatakan telah direalisasikan jika
memenuhi tujuh syarat. Ketujuh syarat tersebut merupakan hasil istiqra` (pengamatan)
terhadap nash-nash yang tersaji dalam Al-Qur`an, As-Sunnah maupun Al-Atsar.
1. Al Ilmu (ilmu)
Al ilmu di sini
makna yang dimaksudkan adalah ilmu dalam menafikan dan menetapkan. Hal ini
karena anda menafikan semua jenis ibadah kepada seluruh sesembahan selain
Allah, dan menetapkan semua ibadah hanya kepada Allah semata. Sebagaimana dalam
firman Allah Ta’ala, “Hanya kepada-Mu lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah
kami memohon pertolongan” (QS. Al Fatihah: 5)
Maksudnya, kami menyembah-Mu semata
yaa Allah, dan tidak menyembah selain-Mu, kami meminta pertolongan kepada-Mu
yaa Allah dan tidak meminta pertolongan kepada selain-Mu. Maka orang yang
mengucapkan “Laa ilaaha illallah” wajib mengilmui makna dari “Laa ilaaha
illallah” itu sendiri. Allah Ta’ala
berfirman, “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya
tidak ada sesembahan yang hak selain Allah” (QS. Muhammad: 19) Dia
juga berfirman, “Kecuali mereka
mengetahui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya)” (QS. Az
Zukhruf: 86)
Para ahli tafsir menjelaskan, maksud
dari “illa man syahida” adalah
‘kecuali mereka yang mengetahui’ apa yang mereka syahadatkan tersebut oleh
lisan dan hari mereka”. Dari Utsman bin ‘Affan radhiallahu’anhu beliau berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:
مَنْ
مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“barangsiapa yang
mati dan ia mengetahui bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain
Allah, akan masuk surga.”
2. Al Yaqin (meyakini)
Al Yaqin menafikan syakk dan rayb (keraguan).
Maknanya, seeorang meyakini secara tegas kalimat “Laa ilaaha illallah”, tanpa
ada keraguan dan kebimbangan. Sebagaimana Allah
mensifati orang Mukmin (QS. Al Hujurat
15), “Sesungguhnya orang-orang yang beriman
itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta
dan jiwa mereka pada jalan Allah.
Mereka itulah orang-orang yang benar” (QS. Al Hujurat: 15) Makna
dari lam yartaabuu di sini
adalah yakin dan tidak ragu.
Dan dalam Shahih Muslim,
dari Abu Hurairah
radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda,
أَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ، لَا يَلْقَى اللهَ بِهِمَا
عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Syahadat bahwa
tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya aku adalah
utusan Allah, seorang hamba yang tidak meragukannya dan membawa keduanya ketika
bertemu dengan Allah, akan masuk surga”
Dan dalam Shahih Muslim, juga dari Abu
Hurairah radhiallahu’anhu ia
berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
مَنْ
لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ
“barangsiapa yang
engkau temui di balik penghalang ini, yang bersyahadat laa ilaaha illallah, dan
hatinya yakin terhadap hal itu, maka berilah kabar gembiranya baginya berupa
surga.”
3. Al Ikhlas (ikhlas)
Al Ikhlas menafikan syirik dan
riya’. Yaitu dengan membersihkan amal dari semua cabang kesyirikan yang zhahir
maupun yang samar, dengan mengikhlaskan niat untuk Allah semata dalam seluruh
ibadah. Allah Ta’ala berfirman, “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang ikhlas
(bersih dari syirik)” (QS. Az Zumar: 3) Dia juga
berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah:
5)
Dan dalam Shahih Al Bukhari,
dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dari
Nabi Shallallahu’alaihi Wa Sallam:
أَسْعَدُ
النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،
خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ
“Orang yang paling
bahagia dengan syafa’atku di hari kiamat
kelak adalah orang yang mengatakan laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari
hatinya.”
4. Ash Shidqu (jujur)
Ash Shidqu menafikan
al kadzab (dusta). Yaitu dengan mengucapkan
kalimat “Laa ilaaha illallah” secara jujur dari hatinya sesuai dengan ucapan
lisannya. Allah Ta’ala berfirman
ketika mencela orang munafik, “Apabila
orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”.
Dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui
bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta”
(QS. Al Munafiqun: 1).
Karena orang-orang munafik
mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” namun tidak secara jujur. Allah Ta’ala berfirman, “Alif laam miim. Apakah manusia
itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”,
sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya
kami telah menguji orang-orang yang sebelum
mereka, maka sesungguhnya
Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya
Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al Ankabut:
1-3).
Dan dalam Shahihain, dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,
مَا
مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ
اللَّهِ، صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ، إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
“tidak ada seorang
pun yang bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang hak selain Allah dan
bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, dengan jujur dari hatinya, kecuali ia
pasti diharamkan oleh Allah untuk masuk neraka.”
5. Al Mahabbah (cinta)
Al Mahabbah (cinta)
menafikan al bughdhu (benci) dan al karhu (marah). Yaitu orang yang mengucapkan
kalimat “Laa ilaaha illallah” wajib mencintai Allah, Rasul-Nya, agama Islam
dan mencintai kaum Muslimin yang menegakkan perintah-perintah Allah dan menjaga
batasan-batasannya. Dan membenci orang-orang yang bertentangan dengan kalimat
“Laa ilaaha illallah” dan mengerjakan lawan dari kalimat “Laa ilaaha illallah”
yaitu berupa kesyirikan atau kekufuran atau mereka mengerjakan hal yang
mengurangi kesempurnaan “Laa ilaaha illallah” karena mengerjakan kesyirikan
serta kebid’ahan.
Ini dalam rangka mengamalkan sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam,
أوثق
عرى الإيمان الحب في الله والبغض في الله
“ikatan iman yang
paling kuat adalah cinta karena Allah
dan benci karena Allah”
Dan yang juga menunjukkan
disyaratkannya mahabbah dalam keimanan
adalah firman Allah Ta’ala,
“Dan diantara manusia ada orang-orang
yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat
cintanya kepada Allah” (QS. Al Baqarah:
165).
Dan dalam Shahihain, dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
ثَلَاثٌ
مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ : أَنْ يَكُونَ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا
يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا
يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Ada 3 hal yang
jika ada pada diri seseorang ia akan merasakan manisnya iman: (1) Allah dan
Rasul-Nya lebih ia cintai dari selainnya, (2) ia mencintai seseorang karena
Allah, (3) ia benci untuk kembali pada kekufuran sebagaimana ia benci untuk
dilemparkan ke dalam neraka”
6. Al Inqiyad (patuh)
Al Inqiyad (patuh)
menafikan at tarku (ketidak-patuhan).
Orang yang mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” wajib untuk patuh terhadap
syariat Allah dan taat pada hukum Allah serta pasrah kepada aturan Allah. Allah
Ta’ala berfirman, “Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya
sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)”
(QS. Az Zumar: 54)
Dan Ia juga berfirman, “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang
ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan,
dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi
kesayangan-Nya” (QS. An Nisaa’: 125)
Makna dari aslimuu dan aslama dalam
dua ayat di atas dalah patuh dan taat.
7. Al Qabul (menerima)
Al Qabul (menerima)
menafikan ar radd (penolakan).
Seorang hamba wajib menerima kalimat “Laa ilaaha illallah” dengan
sebenar-benarnya dengan hati dan lisannya. Allah Ta’ala telah mengisahkan
kepada kita dalam Al Qur’an Al Karim kisah-kisah orang terdahulu yang telah
Allah beri keselamatan kepada mereka karena mereka menerima kalimat “Laa ilaaha
illallah”, dan orang-orang yang dihancurkan serta dibinasakan karena menolak
kalimat tersebut. Allah Ta’ala berfirman, “Kemudian Kami
selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah menjadi
kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman” (QS.
Yunus: 103). Allah juga berfirman, “Sesungguhnya
mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, “Laa ilaaha illallah” (Tiada
Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri, dan
mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan
kami karena seorang penyair gila?”” (QS. Ash Shaafaat: 35-36)
(Brilly/Muslim.or.id/Majalahtauhidullah.blogspot.com)
>> Percayakan shadaqah Anda ke
Yayasan Tauhidullah.
>> Mampir juga ya ke
cafeilmubrilly.blogspot.com.
Komentar
Posting Komentar